Rabu, 28 Januari 2015

Rafael Tan – Tiada Kata Berpisah

Rafael Tan – Tiada Kata Berpisah

gambar Rafael Tan Tiada Kata Berpisah image
Artis        : Rafael Tan
Album     : VA Y2Koustic
Label       : Sony Music
Pencipta : Bebi Romeo
Lirik "Tiada Kata Berpisah" dari Rafael Tan ini dipublikasikan pada tanggal 28 January 2015 oleh Cosa Aranda. Lagu ini diciptakan oleh Bebi Romeo dan ada di dalam album VA Y2Koustic yang didistribusikan oleh label Sony Music.

 

 

 

 

Lirik Rafael Tan-Tiada Kata Berpisah


Cinta kini kau pergi
Sebelum dia mencintai aku
Begitu cepatnya dia berlalu
Meninggalkan semua, hanya untuknya

REFF :
Tiada kata berpisah
Bila harus berakhir segalanya
Untuk kita dan untuk masa bahagia bersamamu

Katakan padanya selamanya dialah kekasihku
Yakinkan untukmu dia milikku sampai kapan jua, hanya untuknya

Tiada kata berpisah bila harus berakhir segalanya
Untuk kita dan untuk masa bahagia bersamamu

Tiada kata berpisah bila harus berakhir segalanya
Untuk kita dan untuk masa bahagia bersama

Tiada kata berpisah bila harus berakhir segalanya
Untuk kita dan untuk masa bahagia bersamamu




Senin, 26 Januari 2015

Contoh Kasus Tindak Pidana



Pengadilan Tinggi Kuatkan Vonis Miranda

 
[JAKARTA] Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, dalam putusan bandingnya menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta, terkait kasus suap cek pelawat dengan terdakwa eks Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom.

"Putusan banding No. 56/PID/TPK/2012/PT.DKI atas nama Miranda Swaray Goeltom tertanggal 13 Desember 2012, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta," kata Humas PT DKI, Ahmad Sobari ketika dikonfirmasi, Rabu (23/1).

Dalam pertimbangannya, Majelis hakim yang memutus banding perkara Miranda menilai bahwa Majelis hakim tingkat pertama telah melakukan penilaian terhadap fakta-fakta hukum dengan cermat atau berdasarkan bukti yang cukup sah.

Selain itu, Hakim yang terdiri dari Achmad Sobari sebagai ketua, Asnahwati, Moch. Hatta, HM As'adi Al Ma'ruf dan Sudiro sebagai hakim anggota menilai bahwa tidak ada hal baru dalam memori banding yang diajukan kubu Miranda. Sehingga, tidak dapat membatalkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Atas dasar tersebut, vonis Miranda tetap tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Seperti diketahui, setelah mendengar vonis Majelis Hakim tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta atas kasus cek pelawat, Miranda Swaray Goeltom mengaku kaget, dan dengan tegas langsung menyatakan akan naik banding.

"Saya kaget. Saya tidak menyangka. Saya tahu, saya tidak berbuat apa-apa. Dan Tuhan tahu, saya tidak berbuat apa-apa. Maka saya akan naik banding," tegas Miranda dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/9).

Dalam sidang pada Kamis (27/9/2012), Miranda Swaray Goeltom divonis dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta. Sebab, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

"Memutuskan, menyatakan terdakwa Miranda Swaray Gultom bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwan pertama, Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua Majelis Hakim, Gusrizal saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/9).

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan bahwa Miranda terbukti memberikan sesuatu, berupa cek pelawat. Sehingga, dirinya terpilih sebagai DGS BI periode 2004-2009 dari hasil pemungutan suara di Komisi IX DPR RI pada tanggal 8 Juni 2004.

"Menurut keterangan Agus Condro, Tjahjo Kumolo sebelum pemilihan DGS BI telah dilakukan pertemuan antara terdakwa dengan fraksi PDI-P di Hotel Dharmawangsa. Dan terdakwa juga bertemu dengan fraksi Tni/Polri di kantornya Graha Niaga," kata hakim anggota Anwar saat membacakan pertimbangan.

Kemudian, lanjut Anwar, tanggal 8 Juni 2004 telah dilakukan fit and proper test di Komisi IX DPR RI. Dan saat uji kelayakan tersebut, saksi Dhudie Makmun Murod, Endin J Soefihara, Udju Djuhaerie dan Hamka Yandhu menerima amplop berisi cek pelawat.

Setelah proses penerimaan cek pelawat tersebut, menurut Anwar, terdakwa memenangkan pemilihan suara di Komisi IX DPR RI dan terpilih sebagai DGS BI tahun 2004.

"Jika dihubungkan dengan locus delicti (tempat perkara) dan tempus delicti (waktu kejadian perkara) maka terbukti adanya rangkaian bahwa saksi yang dihadrikan di persidangan sudah terbukti menerima dan sudah divonis. Dengan demikian unsur memberikan sesuatu telah terbukti dilakukan terdakwa Miranda," ungkap Anwar. (N-8)

Mahkamah Agung Vonis Nazaruddin 7 Tahun Penjara 

 

Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, M.Nazaruddin. Putusan ini juga mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

Kepala biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur di Jakarta Rabu (23/1) menjelaskan putusan MA ini memperberat hukuman Nazaruddin yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yaitu empat tahun 10 bulan penjara menjadi tujuh tahun penjara. Selain itu, dalam putusannya, MA juga memberikan hukuman denda Rp 300 juta kepada Nazaruddin.

"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi 2 Muhamad Nazaruddin. Mengabulkan permohonan dari pemohon kasasi 1 jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta no 31/PIT/TPK/2012-PT DKI TANGGAL 8 Agustus 2012, yang telah menguatkan putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 april 2012. Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Muhamad Nazaruddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta," Ridwan Mansyur.

Ridwan Mansyur menambahkan, dalam putusan kasasi itu juga menjelaskan, apabila denda Rp 300 juta tidak dibayar, dapat diganti pidana penjara selama enam bulan. Putusan kasasi itu menurut Ridwan, diambil pada Selasa (22/1), dengan Majelis Hakim kasasi yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan dua anggota majelis, yakni Hakim Agung Mohammad Askin dan Hakim Agung MS Lumme.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin. Ketua KPK Abraham Samad kepada VOA berharap vonis terhadap terdakwa kasus korupsi seharusnya bisa diperberat supaya ada efek jera terhadap koruptor.

"Ya sebenarnya KPK sebagai institusi penegak hukum, kita berharap vonis-vonis bukan hanya untuk Nazaruddin, tapi semua vonis-vonis kasus korupsi itu harusnya bisa dilihat dalam kerangka lebih mengakomodir rasa keadilan masyarakat. Artinya bahwa kasus-kasus korupsi itu harusnya vonisnya diperberat. Supaya ada efek jera yang diberikan bagi para koruptor," Abraham Samad.

Abraham Samad menambahkan, KPK terus membangun komunikasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar ada kesepahaman dalam melihat kasus korupsi dalam konteks yang lebih luas.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 20 April 2012 menjatuhkan pidana empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp. 200 juta kepada Nazaruddin. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Nazaruddin dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Di persidangan, mantan bendahara umum partai Demokrat itu terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp. 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Jumat, 23 Januari 2015

Contoh Kasus Korupsi yang terjadi di Indonesia

Malinda Dee Divonis 8 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo (49). Majelis hakim yang diketuai Gusrizal dalam sidang di ruang sidang utama PN Jaksel menilai terdakwa Malinda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang yang didakwakan kepadanya.
"Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo hukuman penjara selama delapan tahun dan denda sebesar 10 miliar rupiah," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/3/2012).
Hakim menilai seluruh dakwaan yang dikenakan kepada mantan Relationship Manager Citibank itu terbukti secara sah dan meyakinkan. Empat dakwaan yang dikenakan kepada Malinda terdiri atas dua dakwaan terkait tindak pidana perbankan, yaitu dakwaan primer Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP serta dakwaan subsider pertama, Pasal 49 Ayat (2) huruf b UU No 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10/1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Malinda juga dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider kedua Pasal 3 Ayat (1) Huruf b UU No 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider ketiga Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Putusan majelis hakim berselisih lima tahun dengan tuntutan jaksa. Hal yang meringankan terdakwa dalam pertimbangan hakim adalah terdakwa masih memiliki anak-anak yang membutuhkan asuhan orangtua. Sementara itu, hal yang memberatkan, antara lain, adalah Malinda dianggap berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan di persidangan.

Kasus Suap Penanganan Sengketa Pilkada Akil Mochtar yang Menggurita

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah menggurita. Akil pun diganjar hukuman seumur hidup karena menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang.

Bahkan, menurut jurnalis senior Harian Kompas yang menulis buku "Akal Akal Akil", Budiman Tanuredjo, kasus korupsi Akil merupakan salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah peradilan Indonesia. Belum pernah terjadi seorang hakim yang juga Ketua MK masuk penjara gara-gara terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan uang sampai ratusan miliar rupiah. Tertangkap tangan pula.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan pertama, yaitu terkait penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).

Akil juga terbukti dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Sejumlah kepala daerah dan juga pihak swasta turut terseret dalam pusaran kasus Akil. Sebut saja, Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Keduanya terbukti menyuap Akil terkait sengketa Pilkada Lebak. Kini keduanya telah divonis penjara, empat tahun untuk Atut dan lima tahun untuk Wawan.

Berikut kasus sengketa Pilkada di MK yang dijadikan "proyek" oleh Akil, yang tengah disidik KPK mau pun yang masih "hangat" di pengadilan Tipikor:

1. Sengketa Pilkada Lebak

Jatuhnya vonis terhadap Gubernur Banten Atut Chosiyah dan Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan tidak lantas membuat kasus sengketa Pilkada Lebak di MK ditutup. KPK mengembangkan penyidikan terhadap kasus ini sehingga menyeret mantan kandidat Pilkada Lebak 2013, yaitu Amir Hamzah dan Kasmin sebagai tersangka.

Amir dan Kasmin diduga bersama-sama Atut dan Wawan menyuap Akil untuk memengaruhinya dalam memutus permohonan keberatan hasil Pilkada Lebak yang diajukan pasangan tersebut. Dalam Pilkada Lebak, Amir-Kasmin kalah suara dengan pesaingnya, pasangan Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi. Atas kekalahan itu, Amir mengajukan keberatan hasil Pilkada Lebak ke MK. Adapun Susi Tur Andayani merupakan kuasa hukum Amir-Kasmin.

2. Sengketa Pilkada Tapanuli Tengah

KPK menetapkan Gubernur Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang sebagai tersangka pada 19 Agustus lalu. Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar. Diduga, uang yang berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara".

Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah. Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan.

Selanjutnya, pada 22 Juni 2011, permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak sehingga Bonaran dan Sukran tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih. Meski demikian, Akil sebenarnya tidak termasuk dalam susunan hakim panel. Panel untuk sengketa pilkada saat itu adalah Achmad Sodiki (ketua), Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi.

3. Sengketa Pilkada Palembang

Wali Kota non-aktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa secara bersama-sama menyuap Akil sebesar Rp 14,145 miliar. Romi dan asangan kandidatnya, Harno Joyo, mengajukan gugatan terhadap hasil Pilkada Palembang dan meminta l Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang dibatalkan. Hasil Pilkada Palembang menyatakan bahwa pasangan Romi-Harno kalah suara dari pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dengan selisih 8 suara.

Dalam sidang putusan perkara sengketa Pilkada Palembang yang digelar 20 Mei 2013, majelis hakim yang diketuai Akil mengabulkan permohonan Romi untuk membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang. Putusan tersebut membatalkan unggulnya pasangan Sarimuda-Nelly Rasdania dan menyatakan Romi-Anwar memenangkan Pilkada Palembang.

Keterangan Tidak Benar dalam Sidang Akil

Selain kasus suap dan pencucian uang, orang-orang yang terlibat dalam pusaran korupsi sengketa Pilkada Akil juga berusaha menutupi kesalahan sejumlah pihak dengan memberi keterangan tidak benar dalam persidangan. Hal tersebut terjadi dalam kasus suap penanganan sengketa Pilkada Palembang.

Selain menyuap Akil, Romi dan Masyito pun disebut memberi keterangan palsu dalan persidangan. Bahkan, orang dekat Akil bernama Muhtar Ependy dianggap memengaruhi saksi di persidangan dan mengarahkan saksi untuk memberi keterangan seperti yang diperintahkan.

1. Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito

Wali Kota nonaktif Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito, didakwa memberikan keterangan palsu dalam sidang Akil pada 27 Maret 2014, terkait perkara tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada di MK dan tindak pencucian uang.

Orang dekat Akil yang bernama Muhtar Ependy berperan mengarahkan keterangan Romi dan Masyito selaku saksi untuk mengaburkan fakta di persidangan. Muhtar menyuruh keduanya untuk mengaku tidak mengenal Muhtar dan tak pernah menyerahkan sejumlah uang kepada Akil melalui Muhtar.

Padahal, keterangan saksi lainnya di sidang Akil dan sejumlah alat bukti memperkuat fakta persidangan bahwa Romi dan Masyito menyuap Akil melalui Muhtar.

Romi dan Masyito juga dipaksa mengaku tidak pernah memesan atribut pilkada di PT Promic Internasional milik Muhtar. Padahal, keduanya memesan atribut Pilkada di PT Promic Internasional dengan bukti tagihan kepada Romi serta barang bukti berupa produk yang dipesan Romi dan Masyito.

2. Pengusaha bernama Muhtar Ependy, teman dekat Akil

Muhtar Ependy, wirausahawan yang merupakan orang dekat Akil didakwa secara sengaja merintangi proses pemeriksaan di pengadilan terhadap saksi dalam perkara korupsi. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Muhtar memengaruhi keterangan sejumlah saksi dalam persidangan Akil.

Dalam surat dakwaan, Muhtar disebut memengaruhi Romi dan Masyito, yang dihadirkan dalam sidang Akil. Muhtar meminta keduanya untuk bersaksi bahwa tidak mengenal Muhtar dan tidak pernah bersama-sama datang ke Bank Kalbar cabang Jakarta untuk menyerahkan sejumlah uang.

Muhtar juga memengaruhi supirnya yang bernama Srino agar tidak mengakui pernah mengantar Muhtar ke rumah Akil di kawasan Pancoran untuk menyerahkan sejumlah uang.

Padahal, berdasarkan keterangan saksi lainnya dari Bank Kalbar Cabang Jakarta yaitu Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati, dan Risna Hasrilianti, dinyatakan bahwa Srino pernah mengantar Muhtar ke bank tersebut untuk mengambil uang tunai senilai Rp 3 miliar dalam bentuk dollar Amerika untuk diantar ke rumah Akil.

Muhtar lantas menghubungi Iwan untuk mencabut seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan dan menggantinya dengan keterangan baru yang tidak benar. Muhtar pun meminta Iwan untuk menyampaikan kepada Rika dan Risna untuk melakukan hal yang sama. Sehingga pada saat bersaksi di sidang Akil pada 24 Maret 2014, Iwan, Rika, dan Risna kompak menjawab tidak ingat pernah melihat kedatangan Masyito ke Bank Kalbar Cabang Jakarta atau pun mengenali Masyito.


Contoh Masalah Ekonomi




Nama : Yuki Adimahaini
Kelas : X.6

Jumat, 15 Agustus 2014 | 15:19
Ini Permasalahan yang Dihadapi BPJS Kesehatan
Acara penandatanganan komitmen BPJS Kesehatan dan 3 bank pemerintah (sumber: Suara Pembaruan/Dina Manafe)

Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk pemerintah untuk mewujudkan terlaksananya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditunjukkan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Meskipun demikian, aspek permasalahan kepersertaan menjadi tren tersendiri dan menjadi isu yang hangat bagi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisi terhadap masyarakat sekitar. Selain itu, kepedulian dan kesadaran masyarakat yang mendaftarkan diri juga minim.
"Berkaitan dengan kepesertaan, jika dia telah terdaftar sebelumnya di jamsostek secara formal, maka dia sudah terdaftar di BPJS Kesehatan, akan tetapi dalam proses pendaftaran, peserta masih banyak yang belum mendaftarkan dirinya", ujar Chazali H. Situmorang selaku Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) saat ditemui di Media Center BPJS Kesehatan, Jakarta (15/8).
"Berbeda halnya dengan status kepesertaan gelandangan seperti penyakit kusta, pengemis, orang terlantar, sakit jiwa dan penghuni lapas, jika mereka belum terdaftar dalam BPJS, berarti mereka tidak mempunyai hubungan dengan BPJS Kesehatan", tambahnya.
Chazali mengatakan, jika dilihat pada semester pertama ini, diindikasikan belum optimalnya pelayanan terhadap peserta, adanya pembatasan pemberian obat terhadap penderita penyakit kronis, rujukan berjenjang dan rujukan berbalik belum memadainya kapasitas fasilitas kesehatan serta.
"Penerapan tarif INA CBG'S belum berjalan efektif dan belum ada pengaturan mekanisme CoB," kata Chazali.
Chazali berharap agar pihak pemerintahan juga ikut serta dalam meningkatkan kinerja pelayanan dan fasilitas kesehatan dalam BPJS serta pengaturan mekanisme CoB (Coordination of Benefit) juga ditingkatkan.
Sedangkan Punawarman Basundoro selaku Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga mengatakan, kesadaran masyarakat yang sehat dan mampu sangat kurang, padahal mereka juga diharuskan dan wajib untuk mendaftar.
Selain itu, aspek pelayanan, manfaat dan iuran juga terbilang masih kurang baik.


Sumber : Beritasatu.com



Nama : Ria Huljannah
Kelas : X.6

Senin, 05 Januari 2015 | 06:12 WIB
Harga Premium Akan Ikuti Harga Minyak Dunia

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyatakan harga jual bahan bakar jenis Premium (RON 88) akan mengikuti harga jual minyak mentah dunia dan nilai tukar dolar Amerika Serikat. "Harga Premium akan berlaku harga keekonomian dan sama seperti halnya Pertamax, akan berfluktuasi," ujarnya kepada Tempo, Ahad, 4 Januari 2015.
 
Dengan menggunakan formula harga tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan subsidi untuk harga jual Premium. Melalui kebijakan ini, masyarakat nantinya akan terbiasa dengan harga keekonomian atau harga pasar.

Namun, meski menggunakan patokan harga minyak dunia dan nilai tukar, pemerintah tak akan melepaskan 100 persen kepada mekanisme pasar. Pemerintah, kata Sudirman, masih akan menentukan harga patokan Premium.

Patokan harga jual, Sudirman melanjutkan, diperlukan untuk menjaga kepentingan masyarakat. Tujuan lainnya adalah meyakinkan postur dan pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang lebih sehat dan produktif.

Selama masa transisi, pemerintah menetapkan harga patokan awal. Minyak tanah ditetapkan seharga Rp 2.500 per liter, solar Rp 7.250 per liter, dan Premium Rp 7.600 per liter. Harga ini ditetapkan dengan asumsi harga minyak dunia US$ 60 per barel dan kurs Rp 12.300 per dolar AS.

Harga dasar akan ditetapkan pemerintah setiap bulan. Perhitungannya menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah dengan kurs beli Bank Indonesia tanggal 25 dua bulan sebelumnya hingga tanggal 24 satu bulan sebelumnya. Misalnya penentuan harga dasar pada Januari memakai kurs 25 November-24 Desember.

Adapun untuk bahan bakar jenis minyak tanah dan solar, pemerintah akan tetap memberikan subsidi. Harga minyak tanah akan dipatok di level Rp 2.500 per liter. Sedangkan harga solar akan diberi subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter.
Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakmanto, menyarankan agar pemerintah tak melepaskan harga jual bahan bakar kepada mekanisme pasar. “Harus ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Pemerintah, kata dia, jangan terpengaruh oleh harga keekonomian. Sebab, jika harga minyak dunia melonjak dan harga jual bahan bakar menyentuh Rp 15 ribu per liter, pemerintah bisa menetapkan sendiri harga jual. "Bisa saja pemerintah menetapkan jadi Rp 10 ribu.”

Ihwal penghapusan subsidi Premium, menurut dia, bisa dilakukan pemerintah secara bertahap. Waktu dua tahun yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina untuk memperbaiki dan membangun dinilai wajar. Rentang waktu tersebut bisa digunakan pemerintah untuk menghapus subsidi sambil menunggu Pertamina memproduksi bahan bakar dengan RON di atas 88.

Direktur Eksekutif Institute for the Development of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika mengingatkan pemerintah soal kebijakan penghapusan subsidi Premium. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, harga jual bahan bakar minyak tidak melewati harga pasar atau harga keekonomian. Jadi, berapa pun subsidi harus diberikan oleh pemerintah. "Kalau mau, ya, revisi undang-undang biar tidak ada lagi subsidi," ujarnya kemarin.

Sumber : Tempo.com