Jumat, 23 Januari 2015

Contoh Masalah Ekonomi




Nama : Yuki Adimahaini
Kelas : X.6

Jumat, 15 Agustus 2014 | 15:19
Ini Permasalahan yang Dihadapi BPJS Kesehatan
Acara penandatanganan komitmen BPJS Kesehatan dan 3 bank pemerintah (sumber: Suara Pembaruan/Dina Manafe)

Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk pemerintah untuk mewujudkan terlaksananya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditunjukkan bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Meskipun demikian, aspek permasalahan kepersertaan menjadi tren tersendiri dan menjadi isu yang hangat bagi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisi terhadap masyarakat sekitar. Selain itu, kepedulian dan kesadaran masyarakat yang mendaftarkan diri juga minim.
"Berkaitan dengan kepesertaan, jika dia telah terdaftar sebelumnya di jamsostek secara formal, maka dia sudah terdaftar di BPJS Kesehatan, akan tetapi dalam proses pendaftaran, peserta masih banyak yang belum mendaftarkan dirinya", ujar Chazali H. Situmorang selaku Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) saat ditemui di Media Center BPJS Kesehatan, Jakarta (15/8).
"Berbeda halnya dengan status kepesertaan gelandangan seperti penyakit kusta, pengemis, orang terlantar, sakit jiwa dan penghuni lapas, jika mereka belum terdaftar dalam BPJS, berarti mereka tidak mempunyai hubungan dengan BPJS Kesehatan", tambahnya.
Chazali mengatakan, jika dilihat pada semester pertama ini, diindikasikan belum optimalnya pelayanan terhadap peserta, adanya pembatasan pemberian obat terhadap penderita penyakit kronis, rujukan berjenjang dan rujukan berbalik belum memadainya kapasitas fasilitas kesehatan serta.
"Penerapan tarif INA CBG'S belum berjalan efektif dan belum ada pengaturan mekanisme CoB," kata Chazali.
Chazali berharap agar pihak pemerintahan juga ikut serta dalam meningkatkan kinerja pelayanan dan fasilitas kesehatan dalam BPJS serta pengaturan mekanisme CoB (Coordination of Benefit) juga ditingkatkan.
Sedangkan Punawarman Basundoro selaku Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga mengatakan, kesadaran masyarakat yang sehat dan mampu sangat kurang, padahal mereka juga diharuskan dan wajib untuk mendaftar.
Selain itu, aspek pelayanan, manfaat dan iuran juga terbilang masih kurang baik.


Sumber : Beritasatu.com



Nama : Ria Huljannah
Kelas : X.6

Senin, 05 Januari 2015 | 06:12 WIB
Harga Premium Akan Ikuti Harga Minyak Dunia

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyatakan harga jual bahan bakar jenis Premium (RON 88) akan mengikuti harga jual minyak mentah dunia dan nilai tukar dolar Amerika Serikat. "Harga Premium akan berlaku harga keekonomian dan sama seperti halnya Pertamax, akan berfluktuasi," ujarnya kepada Tempo, Ahad, 4 Januari 2015.
 
Dengan menggunakan formula harga tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan subsidi untuk harga jual Premium. Melalui kebijakan ini, masyarakat nantinya akan terbiasa dengan harga keekonomian atau harga pasar.

Namun, meski menggunakan patokan harga minyak dunia dan nilai tukar, pemerintah tak akan melepaskan 100 persen kepada mekanisme pasar. Pemerintah, kata Sudirman, masih akan menentukan harga patokan Premium.

Patokan harga jual, Sudirman melanjutkan, diperlukan untuk menjaga kepentingan masyarakat. Tujuan lainnya adalah meyakinkan postur dan pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang lebih sehat dan produktif.

Selama masa transisi, pemerintah menetapkan harga patokan awal. Minyak tanah ditetapkan seharga Rp 2.500 per liter, solar Rp 7.250 per liter, dan Premium Rp 7.600 per liter. Harga ini ditetapkan dengan asumsi harga minyak dunia US$ 60 per barel dan kurs Rp 12.300 per dolar AS.

Harga dasar akan ditetapkan pemerintah setiap bulan. Perhitungannya menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah dengan kurs beli Bank Indonesia tanggal 25 dua bulan sebelumnya hingga tanggal 24 satu bulan sebelumnya. Misalnya penentuan harga dasar pada Januari memakai kurs 25 November-24 Desember.

Adapun untuk bahan bakar jenis minyak tanah dan solar, pemerintah akan tetap memberikan subsidi. Harga minyak tanah akan dipatok di level Rp 2.500 per liter. Sedangkan harga solar akan diberi subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter.
Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Pri Agung Rakmanto, menyarankan agar pemerintah tak melepaskan harga jual bahan bakar kepada mekanisme pasar. “Harus ditetapkan pemerintah,” ujarnya.

Pemerintah, kata dia, jangan terpengaruh oleh harga keekonomian. Sebab, jika harga minyak dunia melonjak dan harga jual bahan bakar menyentuh Rp 15 ribu per liter, pemerintah bisa menetapkan sendiri harga jual. "Bisa saja pemerintah menetapkan jadi Rp 10 ribu.”

Ihwal penghapusan subsidi Premium, menurut dia, bisa dilakukan pemerintah secara bertahap. Waktu dua tahun yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina untuk memperbaiki dan membangun dinilai wajar. Rentang waktu tersebut bisa digunakan pemerintah untuk menghapus subsidi sambil menunggu Pertamina memproduksi bahan bakar dengan RON di atas 88.

Direktur Eksekutif Institute for the Development of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika mengingatkan pemerintah soal kebijakan penghapusan subsidi Premium. Sesuai dengan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, harga jual bahan bakar minyak tidak melewati harga pasar atau harga keekonomian. Jadi, berapa pun subsidi harus diberikan oleh pemerintah. "Kalau mau, ya, revisi undang-undang biar tidak ada lagi subsidi," ujarnya kemarin.

Sumber : Tempo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar